Berjuang Demi Keyakinan, Kisah Haru Gadis Sunda Wiwitan Ini Bikin Hati Terenyuh
Berjuang Demi Keyakinan, Kisah Haru Gadis Sunda Wiwitan Ini Bikin Hati Terenyuh |
Agama tersebut telah dianut selama ribuan tahun oleh mereka yang mendiami kawasan Jawa Barat. Karena tak diakui secara resmi oleh Pemerintah, banyak dari penganut kepercayaan ini merasa ‘tersisihkan’ dari masyarakat modern. Salah satunya adalah seorang gadis 18 tahun yang mencoba berjuang melawan diskriminasi yang dialaminya. Seperti apa kisah dan perjuangannya menembus dimensi keterasingan? simak ulasan dibawah berikut ini. INFO SPECIAL
Gadis yang taat dengan kepercayaan dan kearifan lokal
Salah satu penganut kepercayaan yang diwariskan secara turun temurun dari leluhur mereka adalah Anih Kurniasih. Gadis 18 tahun asal Desa Cigugur, Kuningan, jawa Barat tersebut, merupakan sekian dari ratusan warga negara Indonesia yang saat ini masih memeluk agama dan tradisi nenek moyang mereka. TIPS KESEHARIAN
Bersama dengan pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan lainnya, Anih berusaha bertahan dengan kepercayaannya tersebut, mesi tak diakui oleh pemerintah secara resmi. Tak jarang, dirinya harus merasakan kejamnya diskriminasi dan sering dipersulit saat akan mengurus hal-hal yang menyangkut tentang data keluarga dan kependudukan. Meski begitu, ia tetap tabah dan menghadapinya dengan ikhlas.
Diskriminasi yang tak pandang bulu
Jika bisa memilih, tentu Anih dan keluarganya ingin lahir dan hidup normal layaknya masyarakat modern pada saat ini. Namun sayang, hanya karena perbedaan yang mendasar mengenai kepercayaan kuno yang dianutnya, ia dan keluargnya seolah tersisih dari pusaran masyarakat yang mengelilinginya. Salah satunya adalah, ia mendapatkan perlakuan ‘istimewa’ yang lain daripada lainnya.
Karena kepercayaan purba yang dianutnya tak diakui Pemerintah, dirinya sering merasa kesulitan saat akan mengurus dokumen seperti KTP dan dokumen lainnya. Bahkan, sekolah dimana ia belajar juga tega melakukan hal yang serupa. Untuk hal sederhana seperti pembuatan kartu OSIS, dirinya bahkan disuruh untuk memilih agama lain diluar kepercayaan miliknya agar kartu tersebut bisa segera diterbitkan.
Kerap dibully karena dipandang ‘berbeda’
Kehidupan sekolah yang beraneka ragam dan majemuk, seolah tak pernah memberi ruang gerak yang luas bagi seorang Anih Kurniasih. Hanya karena berbeda sudut pandang dari agama yang diakui secara resmi oleh Pemerintah, membuat dirinya dilihat sebagai sosok gadis yang unik diantara lainnya. Yang miris, ia pun kerap menerima cacian bahkan bully-an dari teman-teman di sekolahnya.
Salah satu bentuknya adalah ketika dirinya dipaksa untuk berdiri di depan kelas dan ditanyai tentang identitas serta kepercayaan yang dianutnya. Bahkan ia juga kerap disuruh untuk menjelaskan, bagaimana dirinya memanggil Tuhan dan tata cara beribadah dalam kepercayaan yang dianutnya. Tak jarang, ia juga sering menerima bentuk pelecehan secara verbal yang membuatnya tak nyaman berada di Sekolah. Dalam pelajaran agama pun, dirinya terpaksa menerima agama Katolik karena pihak sekolah tidak mengajarkan agama Sunda Wiwitan.
Diskriminasi keluarga dan keputusan Pemerintah yang belum terealisasi
Tak hanya dirinya, bahkan sang ibu pun harus kerepotan dalam mengurus akta kelahiran milik anak-anak mereka. Alhasil, Anih pun hingga saat ini belum memiliki akta lahir secara sah dari Dinas terkait. Bahkan, pihak administrasi menyarankan agar kedua orang tuanya yang menikah secara adat, agar melakukan pernikahan ulang di KUA agar memiliki akta nikah resmi dari negara.
Karena kondisi tersebut dinilai tidak nyaman bagi diri dan keluarganya, Anih beserta pemuka agama Sunda Wiwitan lainnya, pernah mendatangi kantor DPRD Kuningan untuk mendiskusikan masalah tersebut. Ia bahkan sempat bertanya tentang seberapa penting kolom agama bagi individu yang bersangkutan. Meski Pemerintah telah merealisasikan hak-hak mereka, Anih hingga saat ini masuh belum bisa memiliki akta lahir secara sah. Bahkan, Kolom agama di KTP-nya msih diberi tanda strip.
Sekilas tentang kepercayaan Sunda Wiwitan
Dalam penelusuran sejarah, penganut kepercayaan ini melakukan ritual pemujaan terhadap kekuatan alam dan leluhur. Bisa dibilang, kepercayaan ini merupakan aliran animisme dan dinamisme yang menjadi agama asli masyarakat Sunda sejak zaman dahulu. Bahkan sebelum pengaruh Islam dan Hindu masuk ke tanah Nusantara, agama ini menjadi mayoritas penduduk pada saat itu.
Agama ini banyak ditemukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan Provinsi Banten, dan Jawa Barat seperti Lebak, Kanekes, Kuningan, Cigugur, Cirebon, Cisolok dan Sukabumi. Agama ini juga mempunyai sebuah kitab yang bernama Sanghyang siksakanda ng karesian yang berasal dari zaman kerajaan Sunda. Isi dari kitab tersebut berisi tentang ajaran agama, tuntunan moral hingga budi pekerti. Oleh Perpustakaan Nasional, kitab tersebut disebut Kropak 630.
Meski mendapatkan perlakuan tidak enak dan diskriminasi, sosok Anih Kurniasih masih tetap berpegang teguh pada pendiriannya. Yang mengharukan, ia ingin tetap melestarikan dari apa yang telah diwariskan oleh leluhur dan orang tuanya hingga saat ini. Semoga apa yang terjadi pada Anih, tidak terulang kembali, khususnya pada generasi muda saat ini yang kerap berseteru hanya karena perbedaan kepercayaan dalam beragama.
Post a Comment