https://bit.ly/35b6ylF

Kisah Miris Dr. Ken Liem Laheru, Ahli Pesawat Indonesia Keturunan Tionghoa yang Dilupakan

Kisah Miris Dr. Ken Liem Laheru, Ahli Pesawat Indonesia Keturunan Tionghoa yang Dilupakan
Jika membicarakan tentang pesawat dan dunia kedirgantaraan Indonesia, semua orang pasti langsung teringat tentang sosok B.J Habibie dengan pesawat N250-nya yang begitu fenomenal tersebut. Namun tak banyak yang tahu, jika Indonesia ternyata masih menyimpan talenta-talenta cerdas lainnya di bidang kedirgantaraan tersebut. TIPS KESEHARIAN

Dr. Ken Liem Laheru, seorang profesor teknik penerbangan Indonesia tersebut, merupakan sahabat dekat B.J Habibie itu, sangat dsegani karena kejeniusan dan  di bidang rancang bangun pesawat. Tak hanya itu, pria yang pernah menemph pendidikan teknik penerbangan di Jerman Barat tersebut, pernah menulis jurnal untuk organisasi sekelas NASA. Seperti apa sosok yang digambarkan sangat pendiam dan kalem tersebut, simak ulasan dibawah berikut ini. BERITA UNIK

Dikenal sebagai pria yang cerdas

Lahir pada 23 Agustus 1935 di Kandugede, Kuningan, Jawa Barat, Ken Liem Laheru atau biasa dipanggil Liem Kengkie, merupakan anak asli Indonesia keturunan Tionghoa. Sejak kecil, anak pasangan Liem Swie Ho dan Tan Pin Ho, sudah menunjukan bakat yang istimewa, khususnya dibidang akademik. Setelah menamatkan Sekolah Menengah Kristen, ia kemudian melanjutkan kuliah selama satu tahun di ITB bandung.  INFO SPECIAL



Karena kejeniusan dan cita-citanya yang tinggi di bidang penerbangan, Ken Liem Laheru muda berhasil diterima program studi Teknik Mesin di RWTH Aachen, Jerman Barat. Di Kampus ini, dirinya berhasil menerima gelar Diplom Ingineur (Dipl.-Ing) pada bidang aeronotika pada tahun 1960. Untuk biaya kuliahnya, Ken Liem Laheru didanai oleh institusi DAAD, semacam lembaga pertukaran mahasiswa yang ada di Indonesia.

Niat kuat ingin mendidik dan memajukan pendidikan Indonesia

Didorong oleh keinginan kuat untuk mengabdi pada bangsa Indonesia, Ken Liem Laheru memutuskan untuk “mudik” ke indonesia. Bersama dengan rekannya, Oetarjo Diran, dirinya mengajar jurusan teknik mesin ITB pada 1961. Berbekal kejeniusan dan ilmu pengetahuan teknik selama bersekolah di Jerman, Ken Liem Laheru bertekat mendidik generasi muda Indonesia agar memiliki pengetahuan yang mumpuni dibidang penerbangan.



Tak hanya itu, bersama B.J. Habibie, rekan sejawatnya selama belajar di negeri Hitler, dirinya kemudian mendirikan sebuah sekolah teknik industri. Sekolah ini bertujuan untuk mengembangkan dan memjaukan industri pesawat di Indonesia yang saat itu sedang tumbuh. Bahkan, nama Ken Liem Laheru dan Oetarjo Diran merupakan salah seorang profesor yang berjasa untuk mendirikan program Teknik Mesin dan Kedirgantaraan ITB.

Memilih hengkang karena pergolakan politik di Indonesia

Sayangnya, hal manis tersebut tidak cukup lama untuk dinikmati. Karena terjadi pergolakan politik yang kacau di Indonesia, membuat Dr. Ken Liem Laheru merasa was-was. Pada tahun 1969, terjadi kerusuhan politik yang dilatarbelakngi isu rasial di Indonesia. Hal tersebut diperparah dengan adanya isu bahwa Presiden Soekarno akan Dilengserkan dari jabatannya. Juga peristiwa terbunuhnya tujuh Jenderal Angkatan Darat, membuat suasana yang mencekam saat itu.



Setelah melalui keputusan yang panjang, Dr. Ken Liem Laheru akhirnya memutuskan untuk pergi dari Indonesia, meski berat hati, dirinya juga memikirkan keselamatan istri dan masa depan anak-anaknya. Keputusan ini begitu sulit dilakukan oleh dirinya. Mengingat, ia dan seluruh keluarganya, merupakan anak Indonesia asli yang juga lahir di bumi pertiwi ini. Hanya karena keturunan etnis Tionghoa, ia khawatir menjadi target dari kekacauan politik yang terjadi pada saat itu.

Sempat memohon bantuan B.J Habibie

Di tengah susana genting, Dr. Ken Liem Laheru ternyata masih sempat meminta tolong pada sahabatnya, B.J Habibie yang saat itu akrab dipanggil Rudy. Posisi B.J Habibie yang nyaman bekerja di Jerman Barat, membuat dirinya tertarik dan meminta bantuan untuk dicarikan pekerjaan disana. Tak lama, dirinya mendapatkan dua tahun kontrak berkat peran sahabatnya, Rudy Habibie yang juga bekerja di Hamburger Flugzeugbau.



Untuk merealisasikan hal tersebut, Dr. Ken Liem Laheru kemudian pergi menemui Kementerian Pendidikan di Jakarta, dan suratnya tersebut disetujui. Namun, dirinya juga diharuskan mendapatkan persetujuan dari ITB, yang malangnya, menolak kepergiannnya dengan dua suara. Penolakan tersebut membuat Dr. Ken Liem Laheru gagal terbang ke Jerman. Karena situasinya sedang terdesak dan keselamatannya terancam, dirinya pun memutuskan untuk pindah ke Amerika Serikat bersama keluarganya.

Meninggalkan Indonesia dan sukses berkarir di luar negeri

Sesampainya disana, Dr. Ken Liem Laheru segera menanggalkan kewarganegaraan Indonesia dan mengambil sumpah setia sebagai warganegara AS. Yang miris, menurut informasi dari rekannya di ITB, nama “Ken Liem Laheru” dinyatakan meninggal di Indonesia. Bahkan, untuk menutup identitas lamanya, ia sempat merubah namanya dari Kiem Lengkie menjadi Ken Liem Laheru. Laheru yang dimaksud berarti lahir kembali. Di Amerika Serikat, ia dapat menjalani kehidupan yang normal dan lebih baik.



Selain bekerja sebagai ilmuwan senior dibidang desain roket pada ATK (dulu Morthon Thiokol), Dirinya bahkan diterima dalam program doktoral di teknik mesin di University of Utah di Salt Lake City, Utah, AS. Aktif berkutat di bidang sains dan ilmu pengetahuan teknikal, salah satu karya jurnal ilmiahnya bahkan dipublikasikan oleh NASA pada 1975. yang membanggakan, Dr. Ken Liem Laheru berhasil meraih gelar doktor dengan penelitian yang berjudul  “Thermomechanical Coupling in Visco-Elastic Fracture”.

Hingga akhir hayatnya, Dr. Ken Liem Laheru tidak pernah kembali menjejakan kakinya di tanah Nusantara. Sosok yang sempat berjasa dalam mewarnai dunia pendidikan teknik mesin dan penerbangan di Indonesia tersebut, akhirnya sukses berkarir di Amerika Serikat sebagai ilmuwan. Semoga kedepannya, Pemerintah Indonesia lebih aktif dan menghargai kiprah anak bangsa yang berbakat seperti Dr. Ken Liem Laheru, agar bisa bermanfaat bagi negara, sehingga tidak jatuh ke tangan bangsa lainnya.

Tidak ada komentar